Serigala akan berani menerkam apabila seekor kambing melepaskan diri dari kelompoknya dan berjalan penuh percaya diri tanpa peduli. Ingatlah, di hadapanmu ada yang lebih tinggi dari dirimu.
Ingatkah engkau ketika iblis dengan penuh kesabaran merayu bapa dan ibu kita Adam dan Hawa yang pada akhirnya keduanya harus menelan kepahitan hidup di atas ujian yang tadinya di atas kehidupan yang diliputi rahmat dan nikmat ALLAH subhanahu wa ta’ala. Engkau tidak akan boleh menyamai Nabi Adam Alaihissalam. Oleh kerana itu, kembalilah kepada Allahsubhanahu wa ta’ala dan berjalan bersama orang-orang yang mengejar reda Allahsubhanahu wa ta’ala dan mencari keselamatan dari-Nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan bahayanya menyendiri dalam bermalam dan berjalan ketika safar.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk menyendiri ketika bermalam dan menyendiri ketika safar.” (HR. Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah, dishahihkan Asy Syaikh Al Albani di dalam Ash Shahihah)
“Pengendara seorang diri (adalah) pelaku maksiat, dua pengendara (adalah) dua pelaku maksiat, dan tiga pengendara itulah pengendara yang benar.” (HR. Malik, Abu Dawud, At Tirmidzi, dan lain-lain dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash).
Al Imam Ath Thabari mengatakan:
“Peringatan ini merupakan adab dan bimbingan disebabkankan bahaya yang akan dialami ketika sendirian dan bukan haram hukumnya. Seseorang yang berjalan di padang sahara seorang diri atau orang yang bermalam seorang diri tidak akan aman dari ketakutan, terlebih kalau dia memiliki pemikiran yang tidak elok atau memiliki hati yang lemah. Yang benar adalah, manusia dalam permasalahan ini berbeza keadaannya. Adanya larangan dan peringatan tersebut untuk menutup kemungkinan-kemungkinan di atas. Oleh kerana itu, dibenci (makruh) melakukan safar seorang diri dengan tujuan menutup pintu-pintu (kejahatan tersebut). Dan dibencinya dua orang lebih ringan dibanding dengan menyendiri. (Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah, 1/132)
Demikian hakikat perjalanan di dunia bila menyendiri, akan dihantui bahaya yang bukan sahaja kecil bahkan akan mengancam keselamatan. Bagaimana lagi kalau melakukan perjalanan menuju ALLAH ta’ala, sebagai persinggahan akhir dan terakhir. Haruskah kita melepaskan diri dari jalan orang yang beriman (para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)? Berjalan seorang diri dengan penuh keberanian menantang dan melanggar pagar yang telah dibuat ALLAH Azza wa Jalla? Bukankah bahaya yang mengancam (di akhirat) akan lebih besar dan dahsyat dibandingkan dengan bahaya yang mengancam di dunia? Bukankah nyalaan api yang menyala dengan bahan bakar manusia dan batu itu lebih mengerikan?
sumber: akhwat.web.id